PENGERTIAN AMDAL
Analisis
Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi atau telaah secarah cermat tentang
dampak penting suatu kagiatan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
terhadap kegiatan atau proyek yang akan dilaksanakan, sedangkan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan dari hsil studi yang
disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan dalam bentuk dokumentasi
yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan
adanya AMDAL pengambil keputusan mencoba melihat :
- Apakah ada dampak pada kualitas lingkungan hidup yang melampaui batas toleransi yang sudah ditetapkan
- Apakah dalam menimbulkan dampak pada proyek lain atau kegiatan lain sehingga dapat menimbulkan komplik
- Apakah akan menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat ditoleransi serta membahayakan keselamatan masyarakat
- sejauhmana pengaruhnya pada pengelolaan lingkungan yang lebih luas.
Suatu
rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan
hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi
oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk
menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari dampak positif
yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak
lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan tidak
dapat dilanjutkan pembangunannya.
UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR AMDAL
AMDAL
diatur dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak
dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal
diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU No. 32
Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya “dampak
besar”. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun
2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.
Dari
ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat
dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi
yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin. Hal-hal
penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009,
antara lain:
a. AMDAL
dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
b. Penyusun
dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
c. Komisi
penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
d. Amdal
dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
e. Izin
lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
Selain ke
- 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam
UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait
pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi
tersebut, yaitu:
a. Sanksi
terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
b. Sanksi
terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
c. Sanksi
terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan
dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Kaitan
UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun 2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan menteri
yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen AMDAL (Permen. LH
No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4 Permen. LH No. 11 Tahun
2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu dokumen
AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim dan 2
orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat kompetensi.
Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 28 adalah
”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki sertifikat penyusun dokumen
AMDAL". Jika yang dimaksud "penyusun dokumen AMDAL" pada
undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh tim yang ada dalam suatu
proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan demikian Permen. LH No. 11 Tahun
2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi. Implikasinya selanjutnya adalah masa
berlakunya persyaratan tersebut harus mundur sampai ada peraturan menteri yang
secara rinci mengatur tentang hal itu sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4)
yang memberikan kewenangan kepada KLH untuk membuat peraturan yang mengatur
lebih rinci hal tersebut.
Kaitan
dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang
diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun 2008
tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif pada
tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai
diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan
lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU
No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi
penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL
pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing
pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan walikota). Yang menjadi pertanyaan
adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap pemberian lisensi tersebut jika
masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti lisensi terhadap komisi
penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008, KLH harus
mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai masing-masing
daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.
REFERENSI
No comments:
Post a Comment